I. PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Didalam dunia tumbuhan, zat pengatur tum buh mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) untuk kelangsungan hidupnya. Mengenai hal ini oleh seorang ahlifisiologi bangsa Jerman (Went) telah dikemukakan bahwa “ohne wuchstoff, kein wachstum” artinya : tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak ada pertumbuhan.
Secara terminology, oleh para ahli fisiologi tumbuhan telah diberi batasan-batasan tentang zat pengatur tumbuh, hormone dan hara. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organic yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan.
Hormone tumbuh adalah zat organic yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam kosentrasi rendahdapat mengatur proses fisiologis. Hormone biasanya bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju kebagian tanaman lainnya. Zat pengatur tumbuh didalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin, giberelin, inhibitor dan etilen yang memiliki cirri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis.Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, dengan dicirikan oleh adanya Indole ring. Sedangkan yang dimaksud dengan giberellin adalah senyawa yang mengandung giban skeleton, yang mestimulasi pembelahan sel, perpanjangan sel atau keduanya. Zat pengatur tumbuh ketiga adalah sitokinin. Zat pengatur tumbuh ini adalah senyawa yang memiliki bentuk dasar Adenine (6-amino purin) yang mendukung terjadinya pembelahan sel. Zat pengatur tumbuh keempat yaitu etylen, merupakan senyawa yang sangat sederha sekali yang terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hodrogen.
Dalam keadaan normal zat pengatur tumbuh etylen ini akan membentuk gas, mempunyai peranan penting dalam proses pematangan buah dalam fase climacteric. Dan zat pengatur tumbuh yang lain yaitu inhibitor. Inhibitor ini adalah kelompok zat pengatur tumbuh yang menghambat dalam proses biokimia dan fisiologis bagi keempat aktifitas zat pengatur tumbuh tersebut.
Dalam kegiatan praktikum ini kita meliahat bagaimana pengaruh kosentrasi salah satu dari zat pengatur tumbuh diatas dimana kita akan melihat pengaruh auksin terhadap pertumbuhan coleus….
Dapat kita ketahui bahwa coleu merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan karena memiliki fungsi dan manfaat dibidang farmasi yaitu sebagai tanaman obat. Selain itu tanaman coleus sangat mudah sekali tumbuhnya dalam waktu yang relative singkat , perbanyakan pun cukup dengan stek. Maka dari itulah dapat kita berikan zat pengatur tumbuh auksin tersebut diatas.
Banyak jenis coleus asal Indonesia dikembangbiakan komersial di Amerika dan Eropa sejak zaman Victoria. Disilangkan antar jenis hingga menghasilkan hibrida, baru kembali ke Indonesia. Demikian diungkapkan Benny Tjia PhD, di nurseri Mj Flora, Bogor. Di kebunnya tengah dibudidayakan sekitar 20 jenis coleus untuk dipasarkan sebagai tanaman lanskap dan pot plant. Coleus dalam taksonomi lebih sering disebut sebagai Solenostemon. Sedangkan nama dagangnya adalah coleus atau miana.
Coleus yang mula-mula diperkenalkan sebagai tanaman hias adalah the flame nettle (S. scutellarioides) yang berasal dari Jawa. Tanaman ini ditemukan oleh Karl Ludwig Blume pada abad-19 masa pendudukan Belanda di Indonesia. Untuk menghormati jasanya, Solenostemon scutellarioides Ini lebih terkenal dengan sebutan Coleus blumei. Darijawo kemudian diperke-nalkan ke Eropa pada pertengahan tahun 1 820 pada era Victoria. Ratu Victoria ini mengubah tren taman yang awalnya tidak tertata menjadi sebuah taman yang indah dengan sistem penataan khusus. Coleus menjadi tanaman favorit pada masa itu karena siapapun bisa menanamnya. Dalam waktu 3 bulan dan bisa ditanam di dataran rendah hingga tinggi. Tumbuhan ini suka matahari langsung dan bisa hidup di lokasi ternaungi.
Dalam ilmu farmasi banyak sekali penyakit yang dapat disembuhkan oleh daun coleus itu sendiri, diantaranya dapat mengobati untuk mengatasi rasa lelah, meredakan asma, batuk, demam, perut kembung, sakit kepala, sariawan dan rematik. Maka dari itu sangat dibutuhkan pengembangan budidaya tanaman coleus ini.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui respon pemberian beberapa kosentrasi auksin terhadap pertumbuhan tanaman coleus (Coleus amboinicus).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hormon auksin
Kusuma (1984) menyatakan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh bertujuan unuk merangsang pertumbuhan akar, perkembangan tunas, perkembangan buah, mempertinggi hasil, menghilangkan pengaruh jelek dari fungisida serta mempertinggi jumlah daun dan akar. Kemudian menurut Rochiman dan Harjadi (1973) bahwa perakaran yang dihasilkan biasanya lebih baik daripada tanpa pemberian zat pengatur tumbuh, tetapi pemberian zat pengatur tumbuh tidak dapat menggantikan keadaan lingkungan yang kurang baik. Jika lingkungan diabaikan, pemberian zat pengatur tumbuh tidak akan membantu dalam perbaikan akar.
Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang di temukan pada ujung batang, akar, dan pembentukan bunga yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan. Peran auksin pertama kali ditemukan oleh ilmuan Belanda bernama Fritz Went (1903-1990).
Auksin merupakan senyawa cincin indole yang mempengaruhi proses perpanjangan sel, plastisitas dinding sel dan organogenesis seperti pembentukan bunga, determinasi seks, pembentukan dan perkembangan dan perkembangan buah, absisi dan perakaran (Abidin, 1985)
Selain itu, auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman. Kata Auksin berasal dari bahasa Yunani auxein yang berarti meningkatkan. Sebutan ini digunakan oleh Frits Went (1962) untuk senyawa yang belum dapat dicirikan tetapi diduga sebagai penyebab terjadinya pembengkokan koleoptil kearah cahaya.
Auksin yang ditemukan Went diketahui sebagai asam indolasetat (IAA). Selanjutnya nama auksin digunakan untuk nama kelompok hormon dan zat pengatur tumbuh yang menimbulkan respon khas IAA. Tumbuhan sendiri mengandung 3 senyawa lain yang mirip dengan IAA baik struktur maupun respon yang diakibatkannya dan digolongkan sebagai auksin alami contohnya adalah Asam 4-kloroindolasetat (4-kloroIAA) yang banyak ditemukan pada biji muda kacang-kacangan, Asam phenilasetat (PAA) terdapat pada kebanyakan tanaman, dan Asam indolbutirat (IBA) ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis dikotil.
Adapun zat pengatur tumbuh (ZPT) ada yang tergolong sebagai auksin sintesis karena kemampuannya menimbulkan banyak respon fisiologis seperti yang ditimbulkan IAA, yaitu : asam a-naftalenasetat (NAA), asam 2,4-diklorophenoksiasetat (2,4-D), asam 2-metil-4klorophenoksiasetat (MCPA) , asam 2-naftalosiasetat (NOA), asam 4-klorophenoksiasetat (4-CPA), asam p-klorophenoksiasetat (PCPA), asam 2,4,5-triklorophenoksiasetat (2,4,5-T), asam 3,6-dikloroanisik (dikamba), dan asam 4-amino-3,5,6-triklorophikolinik (pikloram).
Peran fisiologis auksin adalah mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukkan akar, pembungaan pada bromeliaceae, pembentukan buah partenokarpi, pembentukkan bunga betina pada pada tanaman diocious, dominan apical, response tropisme serta menghambat pengguran daun, bunga dan buah.
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom) atau jaringan parenkhim (Rismunandar,1988).
Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auxin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Efek paling penting auksin adalah
1. pembesaran sel, dengan cara membuat dinding selulosa menjadi kenyal, meningkatkan potensi osmotic cairan sel, anyaman dinding fibril selulosa yang menyusun kerangka dinding sel menjadi kendor, memacu penambahan fibril selulosa.
2. Dominansi apical , bila kuncup ujung dibuang, maka akan merangsang mata tunas samping untuk tumbuh.
3. Auksin terlibat dalam berbagai tahapan reproduksi seperti serbuk sari, buah dan biji. Tanaman bisa menghaslkan buah tanpa biji.
Peranan auksin
1) Pengembangan Sel :, adanya pertumbuhan yg cepat, meningkatkan permeabilitas sel (kehadiran auksin meningkatkan masuknya difusi air), fase pertumbuhan ada dua yaitu fase pembelahan dan vase pelebaran (ada pada fase vakualisasi. Pada fase pelebran sel selain mengalami keregangan juga mengalami penebalan dalam pembentukkan material-amaterial dd sel baru, auksin menghalangi ion Ca2+ dalam pengerasan dd sel/ pektinase, sehingga dinding sel menjadi lunak.
2) fototropisme, sel yang tdk tersinari kandungan auksinnya lebih tinggi, maka akan terjadi pembengkokan menuju arah sinar. apabila bag koleoptil disinari.
3) geotropisme, transportasi auksin kea rah bwh akibat pengaruh geotropisme., tan yag diletakkkan mendatar, bag bawahnya mengandung auksin lebih tinggi.
4) apical dominant. Apabila pucuk daun dibuang, maka akan mendoron pertumbuhan tunas laterall/samping.
2.2 Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus)
Klasifikasi taksonomi bangun-bangun
Kingdom: Plantae
Divisi: Phanerogamae
Subdivisi: Spermatophyta
Kelas: Angiospermae
Order: Tubiflorae
Famili: Lamiceae (Labialae)
Sub Famili: Oscimoidae
Genus: Coleus
Spesies: Amboinicus Coleus Lour
Tanaman coleus mamiliki nama daerah yang berbeda-beda antara lain adalah tanaman bangun-bangun, tanaman jintan dan ada juga yang menyebut tanaman piladang. Daun bangun-bangun memiliki ciri-ciri bertulang lunak, beruas-ruas, melingkar, dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah dan ujungnya sekitar 10 mm ± 5 mm, dapat berkembang- biak dengan mudah. Daun yang masih segar bentuknya tebal, berwarna hijau tua, kedua permukaan daun licin. Tanaman ini ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai nama yang berbeda, di Jawa Tengah disebut daun Cumin, Orang Sunda menyebutnya daun ajeran, di Madura disebut daun kambing dan di Bali disebut daun Iwak. Di daerah Batak Sumatra Utara sendiri disebut sebagai daun bangun-bangun atau torbangun (Gembong, 2004).
Coleus amboinicus) yang banyak terdapat di Tanah Air. Tanaman ini berasal dari Afrika dan telah menyebar ke berbagai penjuru dunia yang beriklim tropis seperti Meksiko, Karibia dan lain-lain. Karena sangat populer di Amerika Tengah, daun bangun-bangun dinamakan juga cuban oregano.
Daun bangun-bangun termasuk dalam keluarga Lamiaceae, berkerabat dengan kemangi, selasih dan daun mint. Berperawakan pendek yang dapat mencapai ketinggian 50 cm, sukulen, berbatang lunak, berhelai daun tebal berbulu, tepinya bergerigi dan keseluruhan bagian tanaman memancarkan wangi yang kuat.
Pengembangbiakan tanaman ini dapat dilakukan dengan cara stek dan dapat ditanam dalam pot maupun ditanam langsung di tanah. Daun bangun-bangun tumbuh di tempat-tempat yang tidak terlalu banyak kena sinar matahari dan airnya cukup (tidak terlalu kering).
Di luar penggunaan kuliner, di Nusantara daun bangun-bangun sudah turun-temurun digunakan secara tradisional sebagai obat perangsang semangat dan untuk mengatasi rasa lelah, meredakan asma, batuk, demam, perut kembung, sakit kepala, sariawan dan rematik.
Kandungan zat aktif dalam daun bangun-bangun antara lain barbatusin, barbatusol, koleol, forskolin, dan phytosterol. Efek farmakologis tanaman ini adalah penghilang rasa sakit, penurun panas dan antiseptik, serta penyegar. Khasiat forskolin khususnya sebagai tonik untuk jantung, perangsang ereksi, dan aktivator enzim adenilat-siklase. Sedangkan phytosterol bersifat steroid.
Daun bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini banyak ditemukan di India dan Ceylon dan Afrika Selatan, memiliki bunga yang bentuknya tajam dan mengandung minyak atsiri sehingga disebut juga Coleus aromaticus. Di India, tanaman ini pula telah lama dikenal sebagai obat demam malaria, hepatopati, batu ginjal dan kandung kemih, batuk, asma kronik, cekukan, bronkitis, cacingan, kolik dan kejang. Tanaman ini mengandung berbagai jenis flavonoid yaitu quercetin, apigenin, luteolin, salvigenin, genkwanin. Daun tanaman ini juga telah dibuktikan sebagai antiinflamasi karena bekerja menghambat respon inflamasi yang diinduksi oleh siklooksigenase, juga terbukti sebagai anti kanker dan anti tumor (Kaliappan, 2008; Mangathayaru, 2008).
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Dijkhuizen et al, 2001 mendapatkan rendahnya kadar mikronutrien (vitamin A, Fe, Zn) pada bayi sangat berhubungan dengan rendahnya kadar mikronutrien tersebut pada ASI.
Daun bangun-bangun (Coleus amboinicus) merupakan tumbuhan yang banyak dikonsumsi oleh ibu-ibu setelah melahirkan di daerah Toba, Sumatera Utara. Tumbuhan ini dipercaya dapat meningkatkan produksi ASI. Tumbuhan ini banyak ditemukan di daerah Sumatra Utara dan dijadikan panganan pendamping nasi, misalnya sebagai sayuran. Penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2006) yang memberikan daun bangun-bangun pada tikus telah membuktikan bahwa tumbuhan tersebut mengandung zat besi dan karotenoid yang tinggi. Kadar FeSO4 pada daun bangun-bangun (Coleus amboinicus) dapat diandalkan sebagai sumber besi non heme bagi ibu menyusui.
Konsumsi daun bangun-bangun oleh penduduk Sumatra Utara biasanya dalam bentuk sop yang dimasak secara tradisional dengan santan. Suatu penelitian telah mencoba membuktikan karakteristik mutu sop daun bangun-bangun yang dikemas dalam kaleng sebagai suatu bentuk usaha komersil. Selain dipetik langsung dari pohonnya, ibu-ibu menyusui diharapkan dapat mengkonsumsinya dalam bentuk sop kemasan kaleng yang lebih praktis karena tidak perlu menanam pohonnya dan memasaknya terlebih dahulu untuk mendapatkan efek laktagogumnya. Tanaman ini terbukti mengandung zat besi dan karotin yang tinggi. Selain itu konsumsi tanaman ini dapat meningkatkan kadar zat besi, kalium, seng, dan magnesium dalam ASI serta meningkatkan berat badan bayi (Warsiki, 2009).
III. BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 23 Desember 2010. Di Laboratorium Budi daya Pertanian lantai 1, Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.
3.2 Bahan dan alat
Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah tanah sebanyak ± 20 gram, pucuk tanaman coleus, hormone auksin dengan jenis merk dagang Atonik 500 ml, 1500 ml, 2500 ml, 3500 ml dan Dekamon 1000 ml, 2000 ml, 3000 ml dan air.
Sedangkan alat yang digunakan adalah botol mineral 250 ml, pisau, dan botol tempat perendaman batang coleus.
3.3 Rancangan
Rancangan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 2 perlakuan dan 8 taraf perlakuan volume dekamon dan atonik dengan 7 ulangan. Hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Bila F hitung perlakuan lebih besar dari F tabel 5%, dilanjutkan dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Model statistik dari percobaan ini adalah : Yij = m + Pi + Eij , dimana :
Yij = nilai pengamatan pada satuan percobaan yang memperoleh perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j.
m = nilai tengah umum
Pi = pengaruh perlakuan ke-i
Eij = pengaruh sisa pada satuan percobaan yang memperoleh perlakuan taraf ke-i ulangan ke-j.
3.4 Pelaksanaan
Adapun pelaksanaan praktikum ini pertama isi botol mineral dengan tanah separoh dari ukuran botol kemudian batang muda tanaman coleus dipotong secara vertical setelah itu rendam batang terseut kedalam larutan hormone auksin selama ± 30 menit, setelah itu tanam didalam botol yang berisi tanah dengan cara menancapkan kedalam tanah tersebut dan siram dengan air, agar tanaman tidak mengalami water stress.
3.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan hanya berupa penyiraman saja. Penyiraman dilakukan setiap sore hari untuk menjaga kadar air pada kapasitas lapang.setiap hari tanaman dilaihat perkembangannya dan gulma dicabut agar tidak mengganggu tanaman coleus. Setelah 14 hari tanaman diamati.
3.6 Pengamatan
3.6.1 Panjang akar
Pengamatan dilakukan terhadap panjang akar dimulai pada saat tanaman telah berumur 2 minggu setelah tanam.Panjang akar yang diamati yaitu akar primer dimana akar yang dipilih adalah akar yang terpanjang.
3.6.2 Jumlah akar
Pengamatan jumlah akar didapat dengan menghitung semua jumlah akar yang tumbuh pada batang stek pucuk coleus dengan cara mencabut seluruh akar yang ada pada stek tersebut.
3.6.3 Jumlah tunas
Pengamatan terhadap jumlah tunas didapat dengan cara menghitung tunas yang muncul setiap nodus pada batang coleus sampai kepucuk.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Dari praktikum dilaksanakan selama 14 hari maka didapatkan hasil seperti diatas, dimana jika diberikan hormon auksin pada masing-masing tanaman terdapat kontrol dan perlakuan. Tanaman yang diberikan beberapa perlakuan akan memberikan hasil yang berbeda juga. Pada tanaman yang diberi hormon auksin dengan kosentrasi rendah tidak begitu berpengaruh terhadap jumlah dan panjang akar serta jumlah tunas yang tumbuh. Sebagai mana yang terlampir dalam lampiran 1.
Kusuma (1984) menyatakan bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh bertujuan unuk merangsang pertumbuhan akar, perkembangan tunas, perkembangan tunas, perkembangan buah, mempertinggi hasil, menghilangkan pengaruh jelek dari fungisida serta mempertinggi jumlah daun dan akar. Kemudian menurut Rochiman dan Harjadi (1973) bahwa perakaran yang dihasilkan biasanya lebih baik daripada tanpa pemberian zat pengatur tumbuh, tetapi pemberian zat pengatur tumbuh tidak dapat menggantikan keadaan lingkungan yang kurang baik. Jika lingkungan diabaikan, pemberian zat pengatur tumbuh tidak akan membantu dalam perbaikan akar.
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom) atau jaringan parenkhim (Rismunandar,1988).
Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auxin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Selain itu karena tanaman ditanam dilingkungan yang tidak homogen maka tanaman pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh factor abiotik yaitu berupa cahaya matahari ada sebagian tanaman yang terkena cahaya dan ada juga yang tidak. Yang mendapatkan cahaya auksin yang bekerja menjadi terhambat namun struktur batang menjadi kuat, sedangkan tanaman yang mendapatkan sedikit cahaya maka akan mempercepat kerja auksin, namun batangnya lemah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang talah diamati, dapat di simpulkan bahwa kosentasi yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman coleus adalah kosentari yang optimum. Dimana kosentrasi yang optimum pada jenis atonik adalah 1500ml sampai 2500ml, sedangkan pada dekamon kosentrasi optimumnya adalah 1000ml sampai 2000ml.
Sedangkan jika diberikan kosentrasi tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan coleus. Dan apabila diberikan dalam jumlah yang maksimal akan menghambat pertumbuhan tanaman coleus.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya ada baiknya jika praktikum dilaksanakan lebih awal, agar tidak bentrok dengan ujian dan praktikum yang kita laksanakan bisa lebih memahami proses dari pelaksaan praktikum ini dan praktikan lebih mudah mengerti. Sehingga hasil yang kita dapatkan sesuai dengan literatur dan landasan teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. (1985). Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Aksara. 85 Hal
Dwijoseputro, D. (1999). Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia .
Dwidjosaputro, D. (1989). Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia. 197 Hal
Heddy, S. (1989). Hormon Tumbuh . Jakarta: CV. Rajawali.
Salybury, Fank dan Cleon, W. S.(1995). Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan.
Lampiran 1. Penyajian data pengamatan
1. Jumlah akar
| perlakuan | |||||||
ulangan | kontrol | ![]() | ||||||
No | | 5 | 15 | 25 | 35 | 10 | 20 | 30 |
1 | 1 | 12 | 35 | 35 | 7 | 10 | 14 | 0 |
2 | 36 | 37 | 37 | 39 | 12 | 16 | 20 | 0 |
3 | 20 | 17 | 40 | 22 | 5 | 22 | 35 | 0 |
4 | 0 | 23 | 15 | 40 | 22 | 17 | 47 | 1 |
5 | 21 | 27 | 52 | 53 | 15 | 6 | 0 | 0 |
6 | 18 | 20 | 60 | 20 | 7 | 16 | 34 | 0 |
7 | 2 | 22 | 17 | 49 | 0 | 0 | 29 | 2 |
Rata2 | 16,3 | 23,285 | 36,571 | 36,857 | 11,333 | 14,5 | 29,833 | 1,5 |
2. Panjang Akar
| perlakuan | |||||||
ulangan | kontrol | ![]() | ||||||
No | | 5 | 15 | 25 | 35 | 10 | 20 | 30 |
1 | 2 | 1,7 | 12,5 | 5,3 | 4 | 8 | 5,7 | 0 |
2 | 9 | 10,5 | 3,2 | 4,3 | 7,2 | 5 | 6,5 | 0 |
3 | 7,2 | 7,7 | 8 | 4 | 5,1 | 5,5 | 7 | 0 |
4 | 0 | 5,2 | 9,5 | 3,4 | 5,7 | 8 | 4,5 | 0,5 |
5 | 6 | 10,6 | 10 | 5 | 2,2 | 7 | 0 | 0 |
6 | 5 | 4,2 | 11,5 | 3,9 | 6,8 | 7 | 8,6 | 0 |
7 | 1,5 | 8,5 | 3 | 3,3 | 7,3 | 0 | 7,5 | 0,3 |
Rata2 | 5,117 | 6,914 | 8,243 | 4,171 | 5,471 | 6,75 | 6,633 | 0,4 |
3. Jumlah Tunas
| perlakuan | |||||||
ulangan | kontrol | ![]() | ||||||
No | | 5 | 15 | 25 | 35 | 10 | 20 | 30 |
1 | 2 | 6 | 2 | 3 | 0 | 2 | 2 | 0 |
2 | 3 | 7 | 1 | 3 | 0 | 2 | 4 | 0 |
3 | 1 | 11 | 2 | 6 | 0 | 2 | 7 | 0 |
4 | 0 | 10 | 2 | 5 | 2 | 6 | 3 | 1 |
5 | 0 | 11 | 3 | 4 | 3 | 4 | 0 | 0 |
6 | 2 | 8 | 3 | 5 | 0 | 1 | 1 | 0 |
7 | 0 | 13 | 3 | 4 | 3 | 0 | 2 | 0 |
Rata2 | 2 | 9,429 | 2,286 | 4,286 | 2,667 | 2,833 | 3,167 | 1 |
Lampiran 2. Foto tanaman coleus yang diberi perlakuan



Tidak ada komentar:
Posting Komentar