Selasa, 08 Maret 2011


TUGAS
ILMU GULMA
(PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN LADA PERDU
(Piper nigrum L.))

Oleh:
SAFRIA                        : 0810212066
RIAN SURYANA          : 0810212068
ARIFNI                         : 0810212081
VENY GUSTIANA       : 0810212106

Unand CLR.jpg

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2011
1.      BUDIDAYA TANAMAN LADA PERDU
2.      GULMA
Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian rakyat ataupun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain hama, penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya bervariasi, tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan tentu saja praktek pertanian di samping faktor lain. Di Amerika Serikat besarnya kerugian tanaman budidaya yang disebabkan oleh penyakit 35 %, hama 33 %, gulma 28 % dan nematoda 4 % dari kerugian total. Di negara yang sedang berkembang, kerugian karena gulma tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi persediaan pangan dunia Tanaman perkebunan juga mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi total. Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat pertumbuhan dan masa sebelum panen. Beberapa gulma lebih mampu berkompetisi daripada yang lain (misalnya Imperata cyndrica), yang dengan demikian menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Persaingan antara gulma dengan tanaman yang kita usahakan dalam mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas. Cramer (1975) menyebutkan kerugian berupa penurunan produksi dari beberapa tanaman dalah sebagai berikut : padi 10,8 %; sorgum 17,8 %; jagung 13 %; tebu 15,7 %; coklat 11,9 %; kedelai 13,5 % dan kacang tanah 11,8 %. Menurut percobaan-percobaan pemberantasan gulma pada padi terdapat penurunan oleh persaingan gulma tersebut antara 25-50 %.


2. CARA PENGENDALIAN GULMA TANAMAN PERDU
Namun, yang akan dibahas disini adalah cara pengendalian gulma pada tanaman lada perdu. Lada perdu memiliki sistem perakaran yang dangkal dan sekitar 80% perakarannya tersebar pada kedalaman 0-40 cm sehingga rentan terhadap kekeringan, kekurangan hara, fluktuasi suhu dan kelembaban tanah serta gulma. HASANAH et al. (1992) melaporkan bahwa pada pertanaman lada, tindakan pemeliharaan yang banyak menyerap tenaga kerja adalah pengendalian gulma. Menurut WAHID et al. (2005) lada perdu termasuk tanaman yang rakus hara, yaitu 600 g NPK mg/tanaman/ tahun, sehingga diperlukan pupuk sebanyak 3,6 ton/ha/ tahun. Penggunaan bahan organik sebagai mulsa dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisik dan biologi tanah, menekan fluktuasi suhu dan kelembaban tanah serta menekan perkembangan gulma. Penggunaan mulsa serasah dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas lada perdu serta meningkatkan efisiensi pemberian pupuk (WAHID et al., 2005).
 Penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan ketersediaan air tanah, menekan suhu tanah dan meningkatkan pertumbuhan lada perdu (SYAKIR et al., 2000). Salah satu limbah tanaman yang memiliki potensi cukup besar adalah limbah tanaman sagu. Pengendalian gulma mutlak diperlukan untuk mengurangi kerugian akibat kehilangan hasil. Metode pengendalian yang umum dilakukan adalah secara preventif, mekanis, kultur teknis, kimiawi, hayati dan terpadu. Menurut RAHAYU (2001) penyiangan dan penggunaan herbisida sintetik masih menjadi primadona, karena efektivitasnya segera terlihat. Di sisi lain, penggunaan herbisida sintetik cenderung menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, sedangkan penyiangan membutuhkan tenaga kerja yang besar. Pengendalian gulma secara selektif terkadang hanya mengendalikan gulma tertentu, sedangkan jenis gulma yang ada beragam.
 Pengendalian gulma secara kultur teknis dapat dilakukan dengan mulsa ampas sagu (ela). FLACH (1977) menyatakan bahwa dalam batang sagu terdapat asamasam fenolat. Asam fenolat dapat bersifat racun bagi tanaman sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman (SALISBURY dan ROSS, 1995). Menurut EINHELLIG (1995) asam fenolat merupakan salah satu dari belasan alelokimia (senyawa penyebab alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain disekitarnya). Selanjutnya DEVI et al. (1997) menyatakan bahwa alelokimia dari senyawa fenol menghambat pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara, antara lain dengan menghambat pembelahan dan pemanjangan sel, menghambat kerja hormon, mengubah pola kerja enzim, menghambat proses respirasi, menurunkan kemampuan fotosintesis, mengurangi pembukaan stomata, menghambat penyerapan air dan hara serta menurunkan permeabilitas membran. Dalam limbah sagu terdapat asam fenolat. Fenol berikut susunannya merupakan senyawa kimia yang banyak dimanfaatkan sebagai insektisida, herbisida dan fungisida. Sebagai herbisida, fenol sangat tinggi toksisitasnya, bersifat non selektif dan bekerja secara efektif merupakan herbisida organic dan sebagian besar bersifat kontak (OUDEJANS, 1991). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah sagu dan cara penyiangan gulma terhadap populasi gulma dan pertumbuhan lada perdu.

3. ANALISIS VEGETASI GULMA PADA TANAMAN LADA PERDU
Beberapa spesies dari golongan gulma dominan pada tanaman lada perdu yaitu empat spesies gulma dari golongan rumput yaitu O. nodosa (Kunth) Dandy, A. compressus (Sw.) Beauv, S. Plicata Schuers dan P. comersonii Lamk dan enam spesies gulma golongan berdaun lebar yaitu A. conyzoides (L), B. alata (Aubl) DC, S. nodiflora (L) Gaerb, M. micrantha HB, P. niruri Klein, dan R. sundana Bremek. Perlakuan limbah organik yang menggunakan limbah sagu yang banyak mampu menekan populasi gulma daun lebar lebih tinggi di banding gulma daun sempit (rumput). Hal tersebut disebabkan karena daun gulma daun lebar dibentuk pada meristem apical yang sangat sensitif pada senyawa kimia. Stomata pada daun gulma daun lebar banyak terdapat pada daun bagian bawah yang memungkinkan cairan dapat masuk. Gulma daun lebar memiliki bentuk daun yang lebih luas, sehingga luas permukaan daun yang kontak dengan limbah sagu lebih besar. Gulma daun sempit berkedudukan vertikal dan memiliki luas permukaan daun yang kontak dengan mulsa lebih kecil. Beberapa posisi daun gulma daun sempit terletak di atas permukaan mulsa sehingga masih terjadi proses fotosintesis. Hal tersebut menyebabkan gulma daun sempit memiliki NJD (nilai jumlah dominan) lebih tinggi di banding gulma daun lebar.
Menurut NARWAL (2000) mulsa yang fototoksik efektif dalam pengendalian gulma, alelokimia yang dihasilkan berpengaruh terhadap pengendalian gulma daun lebar di banding gulma daun sempit. Analisis vegetasi gulma menunjukkan bahwa gulma daun sempit merupakan gulma yang dominan di bandingkan gulma daun lebar. Hal ini disebabkan karena gulma daun sempit umumnya bereproduksi secara vegetatif dengan stolon dan rhizome yang mampu bertahan di dalam tanah dan akan tumbuh kembali jika kondisi sudah baik, seperti pengaruh fenolat yang rendah. Gulma golongan daun sempit (rumput) sebagian besar tergolong tanaman C4 yang memiliki beberapa keunggulan di bandingkan tanaman C3. Gulma golongan C4 memiliki sel seludang berkas yang tertata dengan baik dan kaya organel. Tanaman yang tergolong C3 tidak memiliki sel seludang berkas yang jelas sehingga efisiensi fotosintesis rendah, disebabkan hilangnya sebagian besar CO2 yang ditambat akibat meningkatnya suhu dan cahaya. (SALISBURY dan ROSS 1995).







DAFTAR PUSTAKA
DEVI, S.R., PELLISIER and PRASAD. 1997. Allelochemical. In: M.N.V.Prasad (Eds).1997. Plant Ecophysiology. John Willey and Sons, Inc. Toronto, Canada. 253-303.
EINHELLIG, F.A. 1995. Allelophaty. Current Status and Future Growth. American Chemical Society. Washington D.C. 216p.
FLACH, M. 1977. Sago Palm, Metroxylon sago Rottb. International Plant Genetic Resources Institute. Rome, Italy. 76p.
HASANAH, A.M. MURNI, N. DARMILAH, SURANTO, dan KAMSIYONO. 1992. Pengaruh bahan organik dari beberapa jenis gulma terhadap serangan Phytophthora pada tanaman lada. Pembr. Littri. XVIII(1-2) : 45 – 48.
NARWAL, S.S. 2000. Allelopathy in Ecologycal Agriculture, In: S.S. Nerwal, R.E. Hoagland, R.H. Dilday, and M.J. Rergosa (Eds.) Allelopathy in Ecological Agriculture and Forestry. Kluwer Academic Publisher. Amsterdam Nederlands. 11-32.
RAHAYU, E.S. 2001. Potensi Alelopati Lima Kultivar Padi terhadap Gulma Pesaingnya. Dalam: D. Suroto, A. Yunus, E. Purwanto, dan Supriyono (Eds.) Prosiding I Konfrensi Nasional Himpunan Ilmu Gulma Indonesia XV. Surakarta 17 -19 Juli 2001. 91-98.
SALISBURY, F.B. dan C.W. ROSS. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan Lukman dan Sunaryono. ITB, Bandung. 338p.
SYAKIR, M., E. SURMAINI dan J. PITONO. 2000. Tanggap tanaman lada perdu terhadap ketersediaan air tanah dan mulsa Bul. Balittro. XI(2) : 38 – 45.
WAHID, P., M. SYAKIR, HERMANTO, E.SURMAINI dan J. PITONO, 2005. Pencucian dan serapan hara lada perdu (Piper nigrum L.) pada berbagai tingkat dan frekuensi pemberian air. Jurnal Littri. 11(1): 13-18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar